Join the Club

iklan banner
MASIGNCLEAN101

Proses dan unsur-unsur dakwah


ILMU DAKWAH

PENEGERTIAN GERAKAN DAKWAH DAN MACAM-MACAMNYA

Dosen pengampu:
M. Bisri Mustofa, M. Kom. I
Oleh: Kelompok 3 KPI D

DWI WICAKSONO                                     (1841010288)
ELVINA YOLANDA                                   (1841010291)
PUTRI OKTAPIANI                                   (1841010257)
RAHMAT AGUNG FITRIADI                  (1841010284)


Hasil gambar untuk logo uin raden intan lampung 


  
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehsadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati alam ciptaan-Nya.  Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karna telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pendidikan,dengan judul proses dan unsur-unsur dakwah. Disamping itu,penulis mengucapkan banyak terima kasih kepadasemua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata,penulis memahami jika makalah ini jauh dari kesempurnaan kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami diwaktu waktu mendatang.

Bandar lampung,19 september 2018



DAFTAR ISI
HALAMAN...........................................................................................        i
KATA PENGANTAR.........................................................................        ii
DAFTAR ISI.........................................................................................        iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................        1
1.1         Latar Belakang...............................................................................        1
1.2         Rumusan Masalah..........................................................................        1
1.3         Tujuan............................................................................................        1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................        2
2.1         Proses Dakwah..............................................................................        2
2.2         Unsur-Unsur Dakwah....................................................................        3

BAB III PENUTUP..............................................................................        10
3.1         Kesimpulan....................................................................................        10
DAFTAR  PUSTAKA..........................................................................        11

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Dakawah ditinjau dari segi bahas “Dakwah” berarti panggilan, seruan atau ajakan. Dalam perjalanannya sejak dulu hingga sekarang dakwah telah meninggalkan banyak sekali peristiwa-peristiwa yang dapat diketahui dengan cara mengamati, mempelajari dan memperkembangkan sejarah perkembangan islam. Dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup tua, yaitu sejak adanya tugas dan fungsi yang harus diemban oleh manusia dibelantar kehidupan ini. Oleh sebab itu, eksistensi dakwah tidak dapat dipungkiri oleh siapapun, karena kegiatan dakwah sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan yang merugikan kehidupannya, merupakan bagian dari tugas umat manusia. Suatu dakwah tidak akan berjalan lancar jika tidak ada manajemen ataupun unsur-unsur yang mengatur secara sistematis maupun koordinatif dalam kegiatan atau aktifitas dakwah yang dimulai sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah. Disini penulis akan membahas tentang proses dan unsur-unsur dakwah.

1.2.      Rumusan Masalah
·         Apa saja unsur-unsur dakwah?
·         Faktor-faktor proses dalam kegiatan dakwah?

1.3.      Tujuan
Tujuan penyusunan makalah mengenai proses dan unsur-unsur dakwah, selain rasa ingin tahu tentang ruang lingkup dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN

Di dalam proses kegiatan dakwah/penerangan Agama itu terdapat beberapa faktor pedagogis yang menyebabkan kegiatan dakwah dan penerangan tersebut dapat berlangsung dengan baik.
       Faktor-faktor tersebut adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1)      Pelaksana dakwah atau penerangan agama yang disebut juru dakwah atau juru penerang agama. Didalam masyarakat kita terkenal dengan sebutan para mubaligh.
Faktor ini merupakan kuncinya dakwah atau penerangan agama,oleh karna ia bagaikan memegang alat dakwah. Ditangannya dakwah atau memperoleh keberhasilan atau kegagalan. Oleh karenanya dalam faktor ini terdapat ciri-ciri serta persyaratan-persyaratan psikologis yang sangat kompleks bagi pelaksana yang sekaligus menjadi penentu dan pengendali sasaran dakwah/penerangan agama tersebut. Ciri dan persyaratan tersebut akan diuraikan dalam bagian lain.
2)      Obyek atau sasaran dakwah yang berupa manusia yang harus dibimbing dan dibina menjadi manusia yang beragama sesuai dengan tujuan dakwah. Obyek tersebut dilihat dari aspek psikologis memiliki variabilitas (kepelbagian) yang luas dan rumit, menyangkut pembawaan dan pengaruh lingkungan yang berbeda yang menuntut pendekatan berbeda.
3)      Lingkungan dakwah adalah suatu faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan sasaran dakwah baik berupa individu maupun berupa kelompok manusia serta kebudayaan.
4)      Alat-alat dakwah atau disebut juga media dakwah adalah faktor yang dapat menentukan kelancaran proses dakwah/penerangan agama. Faktor ini kadang-kadang disebut departemen variables artinya dalam penggunaannya atau efektivitasnya bergantung pada faktor lainnya, terutama orang yang menggunakannya. Namun kegunaannya bisa polyperagmatis (kemanfaatan berganda) atau monopragmatis (kemanfaatan yang tunggal) dalam rangka mencapai tujuan dakwah/peneranganagama.
Tujuan dakwah/penerangan agama adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten.
Unsur-unsur dakwah
A.    dai
Kata da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti orang yang mengajak, sedangkan muanas (perempuan) disebut da’iyah. Dalam kamus bahasa Indonesia da’i diartikan orang yang pekerjaannya berdakwah, pendakwah: melalui kegiatan dakwah para da’i menyebarluaskan ajaran islam.
Sebutan da’i adalah bagi siapa pun yang menegakkan seluruh bentuk atau sebagian bentuk dakwah. Sedangkan mereka yang menegakkan dakwah secara total dalam berbagai bentuknya disebut ad-daa’iyah al-kaamilah(da’i yang total).
Dalam keyakinan Islam, da’i pertama yang mengajak umat manusia untuk beriman dan melaksanakan ajaran Allah adalah nabi Muhammad saw. [1]
Allah memerintahkan nabi Muhammad saw untuk berdakwah, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Ahzab ayat 45-46,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا.
Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.
Dalam ayat lain, Allah memerintah kepada nabi Muhammad saw. untuk dakwah (mengajak manusia) kepada agama Allah secara kontinu, dan dengan melaksanakan perintah itu akan termasuk golongan yang berada pada jalan yang lurus, sebagaimana dalam surah Al-Hajj ayat 67,
وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ إِنَّكَ لَعَلَىٰ هُدًى مُسْتَقِيمٍ
…dan serulah (mereka) kepada Tuhanmu. Sungguh Engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus.
Dan dalam ayat lain, terdapat perintah agar Rasulullah saw. diperintah untuk berdakwah, dan jika tidak melaksanakannya maka akan termasuk golongan yang musyrik, sebagaimana dalam Al-Quran Surah Al-Qashash ayat 87,
وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
…Dan serulah (manusia) agar (beriman) kepada Tuhanmu, dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang musyrik.
Dalam ayat lain, Rasulullah saw. diperintahkan untuk berdakwah, dan perintah berdakwah ini sejajar dengan perintah menyembah kepada allah tanpa mempersekutukan-Nya, sebagaimana dalam al-Quran surah Al-Ra’du ayat 36,
قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ ۚ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآبِ
Katakanlah: “Aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersatukan-Nya. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali.
Ada empat cara bagaimana seorang da’i dinilai oleh mad’unya:[2]
1.      Da’i dinali dari reputasi yang mendahuluinya. Apa yang sudah dilakukan oleh da’i, bagaimana karya-karyanya, apa latar belakang pendidikannya, apa jasanya dan bagaimana sikapnya. Apakah sikapnya seorang da’i memperindah atau menghancurkan reputasinya.

2.      Melalui perkenalan atau informasi tentang diri da’i. seorang da’i dinilai mad’unya dari informasi yang diterimanya. Bagaimana informasi tentang da’i diterima dan bagaimana da’i memperkenalkan dirinya sangat menentukan kredibilitas seorang da’i

3.      Melalui apa yang diucapkannya. “al-lisan mizan al-insan” (lisan adalah ukuran seorang manusia), begitu ungkapan Ali bin Abi Thalib. Apabila seorang da’i mengungkapkan kata-kata kotor, kasar dan rendah, maka seperti itu pula kualitasnya. Da’i memiliki kredibilitas apabila ia konstan dalam menjaga ucapannya yang selaras dengan perilaku keseharian.

4.      Melalui bagaimana cara da’i menyampaikan pesan dakwahnya. Penyampaian dakwah yang sistematis dan terorganisir member kesan pada da’i bahwa ia menguasai persoalan, materi dan metodologi dakwah.



Seorang da’i yang kredibel adalah seorang yang memiliki kompetensi di bidangnya, integritas kepribadian, ketulusan jiwa dan memiliki status yang cukup. Da’i harus menjadi saksi kebenaran, menjadi teladan umat dan berakhlak baik yang mencerminkan nilai-nilai islam.[3]

B.     Mad’u

Mad’u atau sasaran (objek) dakwah adalah seluruh manusia sebagai makhluk allah yang dibebani menjalankan agama Islam dan diberi kebebasan untuk berikhtiar, kehendak dan bertanggung jawab atas perbuatan sesuai dengan pilihannya, mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, kaum, massa, dan umat manusia seluruhnya.[4] Sebagai makhluk allah yang diberi akal dan potensi kemampuan berbuat baik dan berbuat buruk, sebagai makhluk yang terkena sifat lupa akan janji dan pengakuannya bahwa Allah adalah Tuhannya ketika di alam ruh sebelum ruh tersebut dengan jasad.

Seluruh umat manusia,[5] bahkan bangsa jin dimasukkan sebagai sasaran dakwah.[6] Luasnya cakupan sasaran dakwah lebih mempertegas bahwa dakwah bisa dilakukan oleh siapa saja, selama ia memiliki kecapakan untuk melakukan dakwah. Ilat kalimat memiliki kecakapan menunjukkan bahwa tidak semua umat bisa melakukan dakwah.

Karena islam universal, maka objek dakwah pun adalah manusia secara universal termasuk duru da’I itu sendiri. Oleh karena itu, level pertama objek dakwah adalah diri sendiri dan kemudian keluarga sendiri, sebagaimana dalam Al-quran Surah At-Tahrim ayat 6,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan

Perintah dakwah dengan objek dakwah adalah keluarga, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-quran Surah Thaha ayat 132,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang member rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang-orang yang berdakwah.

Objek dakwah berikutnya adalah karib kerabat yang dekat, sebagaimana firman Allah dalam Al-quran Surah As-Syu’ara ayat 214,
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerbat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.
Selanjutnya, objek dakwah adalah segenap umat manusia pada umumnya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-quran Surah Al-A’raf ayat 158,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Katakanlah (Muhammad): “Wahai manusia! Sesunggyhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi”

Dalam ayat lain, Surah Saba’ ayat 28, Allah SWT. Berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Dengan demikian, objek dakwah adalah manusia secara keseluruhan yang tidak dibatasi oleh agama, jenis kelamin, usia, suku, ras, geografis, warna kulit, bahasa, profesi dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan hal ini, Abdul Karim Zaidan, mengungkapkan, berdasarkan sejarah Islam ditemukan bahwa objek dakwah Muhammad saw. terdiri dari berbagai kalangan, antara lain: dari bangsa Arab adalah Abu Bakar, Bilal, dari kalangan Habsy, Shuhaib, dari kalangan Rumawi, Sulaiman, dari kalangan Farisy, Khadijah r.a. dari kalangan perempuan, Abi Thalib dari kalangan anak-anak (al-Shabiy), Utsman ibn ’Afan dari kalangan konglomerat (al-Ghaniy), dan Umar ibn al-Khattab dari kalangan faqir.[7]
Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh, seorang tokoh pejuang islam yang terkenal, mengkategorikan 3 kumpulan sasaran dakwah yang harus dihadapi dengan cara yang berbeda.

·         Golongan cendekiawan yang dapat berfikir secara kritis, mempunyai rangsangan yang cukup kuat dan mudah memahami sesuatu persoalan. Golongan ini hendaklah didakwahkan dengan cara “khidmat”.
·         Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam serta belum dapat menangkap pengertian pengertian yang tinggi. Golongan ini mestilah dihadapi dengan cara “Mauziah Hasanah” dengan memberi pengajaran-pengajaran dan didikan yang mudah dipahami dan dihayati serta diamalkan.
·         Golongan pertengahan di mana tingkat kecerdasannya ada di antara dua golongan di atas, mestilah dihadapi dengan cara “Mujadalah” yaitu berbicara dan bertukar pikiran untuk mencari kebenaran

C.       Maddah (Materi Dakwah)
Materi adalah pesan yang disampaikan oleh seorang dai. Materi dakwah tidak lain adalah Islam yang bersumber dari Alquran dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, akhlak dan syariah dengan berbagai ilmu yang diperoleh darinya. [8]Biasanya ajaran-ajaran Islam yang dijadikan  materi dakwah juga bisa bersumber dari ijtihad para ulama.


D.      Thariqah (Metode Dakwah)
Metode adalah cara yang digunakan oleh seorang dai dalam menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad‟u. Dalam Alquran disebutkan ada tiga metode yang harus dijalankan oleh seorang dai, yaitu berdakwah dengan Hikmah, berdakwah dengan Al-Mau‟idzah al-hasanah (pelajaran yang baik), berdakwah dengan melakukan bantahan yang baik.
Berdasarkan ayat di atas metode dakwah dapat dibagi menjadi:
a.    Berdakwah dengan Hikmah, maksudnya berdakwah dengan cara yang benar. Benar maksudnya benar dalam segi penyampaian, sumber yang digunakan, maupun pengetahuan-pengetahuan lainnya.
b.    Berdakwah dengan Al-Mau‟idzah al-hasanah (memberikan nasehat dengan bahasa yang baik), maksudnya berdakwah dengan cara memberikan nasehat-nasehat yang baik dan memperingatkan kepada orang lain dengan bahasa yang baik yang dapat menggugah hatinya sehingga pendengar mau menerima nasehat tersebut.[9]
c.    Berdakwah dengan bantahan dengan cara yang baik, maksudnya jika terdapat kesalahan pada mad‟u baik itu berupa ucapan maupun tingkah laku sebaiknya dibantah atau diberitahu dengan cara yang baik, yaitu dengan perkataan yang lemah lembut tidak menyakiti hati mad‟u. Bila dilihat dari bentuk penyampaiannya metode dakwah dibagi menjadi 3 pula, yakni :
                                                                                              
 a. Dakwah bil lisan yaitu dakwah dengan perkataan contohnya debat, orasi, ceramah, dll.
b.    Dakwah bil kitabah yaitu dakwah melalui tulisan bisa dengan artikel keagamaan buku,  novel, dll.
c.    Dakwah bil hal ialah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan atu tindakan langsung.
E.       Media Dakwah (Wasilah)
Media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah.[10] wasilah (media dakwah), yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u.
Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indera-indera manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran islam pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
Media (terutama media massa)  telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan komunikasi dilakukan umat manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio, televisi, internet dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat tersebut telah melekat tak terpisahkan dengan kehidupan manusia di abad ini.[11]















BAB III
PENUTUP

3.1.         Kesimpulan
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam kegiatan atau aktivitas dakwah perlu diperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam dakwah, dan komunikasi dalam proses dakwah merupakan suatu proses penyampaian informasi nilai-nilai keislaman yang bersifat verbal dan non verbal baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bertujuan bahwa apayang dikomunikasikan Da’i terhadap Mad’u bisa direalisasikan kesadaran keagamaan, dengan dengan menggunakan metode bil-lisan, bil-haq, dan bil-hiqmah dengan itu maka pesan dakwah bisa diterealisasikan dengan baik sesuai dengan karakteristik Mad’u.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Az Yumardi Azra, M.A. Cendekiawan Muslim. “Pengembangan Metode Dakwah”
H.Tata Sukayat, M.Ag “Quantum Dakwah”
Drs. Enjang AS, M.Ag., M.Si. Aliyudin, S.Ag., M.Ag “Dasar-Dasar Ilmu Dakwah”
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz. M.Ag “Ilmu Dakwah”




[1] Dr. Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Da’wah, Cetakan ke-9 (berikut: Resalah Publishers, 2001), hlm. 307.
[2] Aliyudin, Dasar-dasar Ilmu Dakwah (Bandung: Widia Padjadjaran, 2009), hlm. 121.
[3] Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 254.
[4] Jamaluddin Kafie, op.cit, hlm. 32.
[5] QS Al-Dzariyat [51]:56
[6] QS Al-Ahqaf [46]:31
[7] Dr. Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Da’wah, Cetakan ke-9, (Berikut: Resalah Publishers, 2001), hlm. 373.
[8] Wardi Bachtiar. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. (Jakarta: Logos, 1997). h.  33-34
[9] Masyhur Amin, Metode Dakwah Islam dan Beberapa Keputusan Pemerintah tentang Aktivitas Keagamaan (Yogyakarta:  Sumbangih, 1980), h. 34.
[10] Ibid. h.36
[11] Moh. Abdul Aziz Ilmu dakwah. 2004. Prenda Media : Jakarta. Hal. 75-120


Share This :
Rahmat